Selasa, 21 Juni 2016

SEKILAS CERITA TENTANG PURNAMA CINTA

image

*Terinspirasi oleh film Ada Apa Dengan Cinta dan
Selamat hari puisi Nasional (Mengenang Almarhum Chairil Anwar)

Enam tahun kemudian, entah apa yang secara tiba-tiba membawanya kembali. Siang tadi ia mendatangi lelaki itu. Ketika ia mengatakan “Ini aku Nuna” lelaki itu percaya saja dan tidak banyak menanyakan, kecuali “Kamu Nuna?” tanyanya sekedar memastikan bahwa ia memang tidak sedang dibuai “Mimpi”.

“Iya” jawab wanita itu dengan dihiasi senyum.
Nuna adalah mantan kekasihnya dulu, Angga nama lelaki itu. Ia menghirup aroma Nuna kembali disamping memang ia tidak memiliki kenalan Nuna-Nuna yang lainnya. Setelah sekian lama, tiba-tiba masa lalu saat mereka bersama berputar kembali, menayangkan lembaran-lembaran kenangan yang sebenarnya telah payah coba Angga biasakan.

“Apakah telah sampai purnama? Momen yang pas untuk mempertanyakan cintanya kembali? Seperti akhir puisi yang digubahkan Rangga di Film ada apa dengan cinta!?”
“Tapi ada apa dengan cinta?”
” Toh Setan bisa saja datang dari berbagai penjuru lalu mengatas namakan cinta”.
“Asal Kamu tahu! Persepsi Cinta di dunia Anak Muda sekarang sudah melewati batas tabiat manusia, gila”
“Walau memang Kita tidak bisa menafikan soalan Cinta. Sebab Cinta menghiraukan Usia, jarak bahkan Agama. Membutakan, mentulikan sebagaimana orang-orang hafal betul pepatah itu”
“Lalu cinta yang bagaimana yang seharusanya, yang tidak dipersoalkan karena waras!?”
“Ia ialah Cinta yang Tunduk dibawah aturan Tuhan”
“Tentu, pahit rasanya bila engkau yang tak siap mengiyakan begitu saja, sebab yang pertama kali menanggapi adalah kebinatangan yang bercokol didalam dirimu”
“Kalau engkau masih menggerutu tidak setuju, persoalkan saja dirimu atau cari sendiri jawabannya sesuai apa yang diinginkan muslihat nafsumu itu”
“Mampus kau, celaka! dalam waktu yang panjang akan dicengkram kalut Cintamu sendiri untuk kemudian sepakat denganku lagi”
“Camkan itu baik-baik wahai pemuda”

Entah, yang pasti Angga sendiri pun tidak paham utuh dengan apa yang didebatkan oleh dirinya sendiri. Dihadapan Angga, Nuna hanya membalik-balikan buku yang dibawanya tanpa mengucap sepatah kata apapun. Seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Sementara Angga di kursi ruang tamu yang posisinya menghadap Nuna ditudungi kecanggungan untuk sekedar menanyakan. Belum ada yang membuka obrolan, padahal sudah lumayan lama mereka duduk berhadapan diruang tamu itu.

“Hei lihat…”Aku” bukunya Tsuman jaya tentang penyair kagumanmu,  Chairil Anwar” saut Nuna tiba-tiba sambil menunjukan cover buku yang digenggamnya
“Aku” Ada apa dengan buku itu Nun?” Tanya Angga
“Aku teringat sewaktu kita masih ngampus dulu, saat itu kamu membacakan Aku, “Aku ini binatang jalang dari kumpulannya terbuang” katamu menjiwai puisi itu. Tadi sebelum kesini aku mampir ke toko buku karena teringat kamu pernah bilang buku Aku punyamu hilang. Ini sengaja aku beli buat kamu” Ucap Nuna sambil menyodorkan buku itu
“Kamu berbeda, tadi aku tidak mengenali. Kamu nampak lebih matang sekarang. hmmm…tapi apa karena sekedar “Aku” kamu datang kesini?” ucap Angga setelah mengambil buku yang tak sesuai harapan penulisnya itu dari tangan Nuna
“Bukan apa-apa, dulu aku meninggalkanmu karena kamu jalang Ngga! membuat aku takut saat itu, kecintaanmu pada aku yang fana betapa terlalu. Kamu jahat pada dirimu sendiri Ngga!”
“Maafkan aku Nun, aku telah membuat cinta beranak terror. Tapi sikapmu hebat, dipembuangan aku menimbang”
“Bukan apa-apa,  Aku memblokir semua pintu, tidak lain. Karena aku mencintaimu. Aku kehilangan kamu yang dulu ku kenal! Kamu pikir aku tenang? Kamu yang mengerikan membayang-bayang disamping sayang yang kepadamu juga?!”
“Itu bukan sia-sia Nun. Pelajaran yang aku beruntung bisa mendapatkannya. Tanpa akal aku sangat inginkan Anumu waktu itu, demi cinta kita juga”
“Dari kumpulanmu kamu terbuang? mengapa dengan cinta?”
“Waktu itu, Kamu tidak akan ketakutan selama aku masih manusia, tetapi soal kecintaan Nun. Dipembuangan tidak hanya aku, ada kecintaan seorang wanita kepada wanita kemudian mereka bercinta. seorang Lelaki kepada lekaki kemudian mereka bercinta. seorang Lelaki kepada wanita begitupun sebaliknya mereka bercinta, berjina. Sedangkan mereka yang menyodomi, menggesekan kelaminnya kepada benda-benda ada dimana-mana, aku yang tak punya lawan bercinta berlari-lari meradang sambil berusaha mendedel kejalangan yang menutupi akalku. Ada kakek bercinta dengan cucunya… ibu bercinta dengan anaknya…anak-anaknya sama saja dengan mereka, mereka berjina dengan siapa saja bahkan ibu atau bapaknya. Disana ada wanita dan pria sengaja memelihara binatang untuk dijadikan pasangan hidup, mereka bercinta. dan me…”
“sudah….sudah… jangan diteruskan lagi… mereka merusak martabat  jenis manusia. Mereka haram menyandang arti kemanusiaan”
Angga hanya terdiam, setuju-setuju saja. Untuk seorang wanita Nuna sangat istimewa dimata Angga, bahkan sampai saat ini, padahal waktu cukup lumayan tidak memberitahukan tentangnya.
“Tapi sudahlah, aku senang “Aku” sudah digenggamanmu lagi. Ini memang baumu yang ku tahu” Lanjut Nuna dengan diakhiri senyum termanis yang ia punya

“Apakah telah sampai purnama?”
“Momen yang pas untuk mempertanyakan cintanya kembali?”
“Ah, ada apa dengan cinta? toh setan bisa saja datang dari berbagai penjuru kemudian mengatas namakan cinta”
bantah angga dalam hati

“Apa kesibukanmu sekarang?” tanya Angga pada Nuna yang sedang mencari-cari sesuatu didalam tasnya
“Aku Kerja Ngga, kamu?” jawab Nuna tanpa sedikit pun melemparkan muka kearah Angga, ia semakin sibuk mencari sesuatu didalam tasnya, ia semakin seperti menampakkan kepura-puraan.
“Sibuk cari apa sih Nun?”
………….
“Ah, Ini dia” sontak Nuna sangat girang ketika menemukan sesuatu yang dicarinya.
Angga merasa aneh,  keningnya mengkrenyit. Ternyata bukan pura-pura, adalah sebuah adegan yang memang telah ia rencanakan.

“Kita hanya berdua disini? dari tadi aku tak melihat ada siapa-siapa, ayah, ibu, adik, kakak mereka kemana Ngga?”
“Begitulah keluargaku Nun, mereka masih mengira kamu pacarku. Mereka khawatir bila berada disekitar, mengganggu. Mereka senang hingga kita bisa bebas melakukan apa saja, jadi mereka masuk kekamarnya masing-masing. Atau kita juga pindah kekamar saja Nun, gimana?”
“Disini saja Ngga, aku Malu” ucap Nuna sambil menunduk menatapi cermin yang tadi dikeluarkan dari tasnya tadi
“Kenapa Malu?”
“Hmmm… Ngga “Aku” mau kamu apakan?”
“Tentu Kali ini takan ku sia-siakan Nun, aku akan cungkil dan kantongi keperawanannya” jawab Angga sambil melirik buku dalam gengaman tangan kanannya itu
“Waah…Sebelumnya emang pernah kamu usahakan? bagaimana rasanya?”
“Lha bukankah dulu kita pernah mencobanya Nun? walaupun tak sampai selesai, tapi tak ada kata yang sesuai untuk mengekspresikan betapa nikmat rasanya kan?”
“Oh iya ya, kamu pernah bilang segala hal yang bersifat cita rasa tidak bisa disifati dan dikata-katakan kecuali dengan merasakannya sendiri…Ahaha maaf, maaf. Aku lupa Ngga, itu sudah lama sekali soalnya”
“Iya Nun, kalau kamu setuju kita bisa mencobanya sekarang, suasana sepi seperti ini sangat mendukung!”
“Jangan sekarang ah…. pedih, perih puas dan getir waktu itu baru saja tercecap kembali…untuk saat ini kayaknya aku belum siap dah dijubali pengembaraan dahsyat itu”
“Ayolah Nun!” ajak Angga sedikit memaksa
“Nanti…Ngga…lain kali saja” jawab Nuna menyelipkan harapan yang tak pasti, namun sejak  cermin kecil dikeluarkan dari tasnya tadi, Nuna terus saja menunduk menatapi bayangan dirinya sendiri, tanpa ada menoleh sedikit pun ke arah Angga.
“Ahahahaaha…Nuna-Nuna kamu ini!!!”
“kenapa Ngga?” tanya Nuna halus
“Aku hanya terobsesi, ya mungkin ini berlebihan. Tapi barangkali saja kita adalah yang pertama meragakan skenario-skenario lelap yang terkumpulkan dalam buku ini… walau sekedar menjiwai teks-teks yang ada… kita berdua… (kenangan kita). Siapa coba yang tak kenal Chairil Anwar, kebanggaan Nun apabila kita bisa menapaki dimensi masa penyair besar itu hidup dan bagaimana ia menyikapi hidup”
“Ah, luar biasa” Ucap Nuna tiba-tiba mentepati dan menyesuai apa yang dikatakan Angga
“Eh” Angga sedikit aneh
“Ahahaha…Angga-Angga kamu ini!!! masih terngiang loh kejadian itu, kamu utarakan ide tadi penuh semangat sewaktu kita diperpus dulu…eh, jadi dilempari gulungan kertas dah sama anak-anak… Akunya kebawa malu tahu” terang Nuna menampakan kekesalan yang dramatis
“Waaahh de javu kah?” tanya Angga heran sambil meraba-raba ingatannya
“Udah…udah… bukan itu kok yang ingin ku tahu”
“Loh, Lantas apa?”
“Tadi apa yang kamu tertawakan Ngga”
“Tak ada yang berubah sedikit pun darimu, selalu seperti itu, menuduk kecermin kalau sedang berduaan…Aku masih gak boleh tau apa maksudnya itu Nun?”
“Nggak” jawab Nuna singkat
“Ini rahasia wanita, suatu hari kamu pasti ngerti kok… yaaaa, kalau kamu mikir” lanjut Nuna dibumbui tawa kecil
“Haha…bisa saja kamu ini, tapi aku tahu kok, tentang katarsis kan?”
“Yeeee..sok tahu dah, ini tentang menjelmakan bayang tau, untuk menangkal niatan jahat seseorang” ucap Nuna keceplosan
“Hahaha.. tapi kita hanya berdua loh, siapa yang bakal punya niatan jahat Nun? tega dah kamu…hmm ya…ya…aku paham!”
Tiada kata terucap dari bibir Nuna sebagai tanggapan untuk pernyataan Angga, hanya seutas senyum menyimpul dari bibirnya. Seakan jeda menandangi Angga dan Nuna, untuk sementara suasana kembali tak ada obrolan, hingga

“Oya Ngga, kamu pernah bilang tersirat dalam penggalan riwayat hidup Chairil Anwar sebuah tanya “Ada apa dengan cinta?” apa kamu sudah nemu jawabnya?”
“Ou itu ya. Ya, Nun! akhirnya aku bersua dengan jawabnya di pelabuhan kecil setelah kurang lebih enam tahun merenungkan”
“Apa jawabnya?”
“Yang aku temu, cinta akan tetap sebagai anugrah selama kesuciannya terjaga! dan bahasa tak boleh lugas menunjukannya,  lebih baik diam-diam agar terlatih untuk siap menerima dengan ikhlas, bagaimanapun”
“Hmmm… Cinta memang aneh ya Ngga, ada juga kan bencana yang memakai topeng cinta?”
“Tau ah” jawab Angga culas
“Hayoo… ngerasa yah!?” sindir Nuna yang  terus saja menunduk menatapi wajahnya sendiri
“Sudah sore, aku harus pulang, ada banyak PR dari kantor”
“Wah, padahal santai saja dulu Nun…kamu juga belum jawab tanyaku tentang apa yang kamu kerjakan?”
“Aku akuntan sekarang, kamu juga belum ngasih tahu apa kesibukanmu sekarang”
“Aku sibuk apa ya… baru sibuk-sibuknya masukin lamaran, hehe”
“Kamu sering bercerita tentang bulan dulu, hijriyah sudah menginjak tengah bulan… itu tandanya malam ini bulan akan purnama loh”
“Benar, aku memang sudah menunggunya Nun”
“Aku pamit dulu ya Ngga” ucap Nuna sambil berdiri, dengan gemulai mengarahkan tubuhnya ke arah pintu
“Ya, baiklah, hati-hati ya Nun dijalan”
“Eh iya, Ngga aku lupa! Ayah titip salam,
“Wa’alaikum salam” jawab Angga spontan
Sesaat Nuna terdiam
“Ngga Ayah juga bilang, katanya ayah senang  kalau kamu main kerumah, (melamar) sebab katanya ayah suka kalau kita menikah!”

Tak ada kata yang terucap dari mulut Angga, perasaan senang yang hebat membuat lidahnya kelu. Bayangkan, setelah enam tahun berlalu, kemudian tiba-tiba Nuna datang mengantarkan tawaran purnama untuk mantan kekasihnya itu.
“Eh itu ayah loh yang bilang, bukan aku” ucap Nuna sambil menampakan senyum, meleok dan menyetop angkutan.
Angga hanya terdiam, entah apa yang kemudian akan ia lakukan, hanya purnama yang mungkin takkan ia sia-siakan seperti purnama malam ini yang kedatanganya sudah dapat dipastikan. Ya, itupun jika Angga dan Nuna memang sudah dijodohkan Tuhan, hingga cinta menemui purnama yang sesungguhnya! sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar